Di sebuah desa kecil yang terkenal dengan keindahan kain songketnya, hiduplah seorang penenun bernama Nala. Setiap pagi, Nala duduk di depan alat tenunnya, jemarinya yang lincah menari-nari di antara benang-benang warna-warni, menciptakan pola-pola indah yang menceritakan kisah-kisah masa lalu. Bagi Nala, setiap helai kain songket yang ia tenun bukan sekadar karya seni, melainkan sebuah cerita yang ditulis dengan benang.
Di desa yang sama, di sudut jalan yang sepi, berdiri sebuah toko buku kecil milik Anggi. Toko buku itu selalu dipenuhi dengan aroma kertas dan tinta yang khas, serta tumpukan buku dari berbagai genre. Anggi, seorang pemilik toko yang penuh semangat, selalu percaya bahwa setiap buku menyimpan kekuatan untuk mengubah hidup seseorang. Ia selalu berusaha untuk menemukan buku yang tepat bagi setiap pelanggan yang datang, ia percaya bahwa di dalam setiap buku terdapat cerita yang menunggu untuk ditemukan.
Suatu hari, jalan hidup Nala dan Anggi berpotongan ketika Nala memutuskan untuk mengunjungi toko buku Anggi. Nala yang biasanya tenggelam dalam dunia tenunannya merasa ada sesuatu yang kurang dalam hidupnya. Ia merasa ada cerita yang ingin ia ceritakan, namun tidak tahu bagaimana cara menuliskannya. Dengan penuh rasa ingin tahu, ia melangkah masuk ke toko buku Anggi. Lonceng berbunyi ketika Nala membuka pintu toko Anggi.
"Kriiiiinggg kriiiinggg!!"
“Selamat datang kakak! Ada yang bisa saya bantu?” Anggi menyapa dengan senyum hangat.
Nala tersenyum canggung. “Saya ingin mencari buku yang dapat mengajari saya menulis. Saya adalah seorang penenun kain songket, tapi akhir-akhir ini saya merasa ada cerita yang ingin saya bagi, bukan hanya sekedar lewat kain, tapi juga lewat untaian kata-kata.”
Anggi terpesona dengan keinginan Nala. “Wah, itu luar biasa! Menulis memang seperti menenun, tapi dengan kata-kata. Saya punya beberapa buku yang mungkin bisa membantu anda.” Anggi mengulurkan tangan, “perkenalkan aku Anggi, Anggi Chayanika.” Nala menerima uluran tangan Anggi dan menyebutkan namanya, “halo, aku Nala, Nala Kirana.”
Anggi menunjukkan beberapa buku tentang menulis dan bercerita. Nala mengambil satu buku yang judulnya 'Simpul Benang Kata dalam Sebuah Buku Cerita'. “Sepertinya ini buku yang cocok untukmu,” ucap Anggi. Mata Nala berbinar saat membaca sinopsisnya. Ia merasa buku itu adalah benang merah yang ia cari untuk menghubungkan dunia tenunnya dengan dunia tulis-menulis. Setelah membayar buku tersebut Nala pamit pulang.
Hari-hari berlalu, Nala mulai membaca buku tersebut di sela-sela waktu menenunnya. Ia belajar bagaimana membangun karakter, menyusun plot, dan mengekspresikan emosi melalui kata-kata. Seiring berjalannya waktu, Nala menemukan bahwa menulis tidak jauh berbeda dengan menenun. Setiap kata adalah benang, setiap kalimat adalah jahitan, dan setiap paragraf adalah pola yang membentuk cerita utuh.
Comments
Post a Comment